“Ketika Kode Etik Hanya Hiasan Dinding: Kasus Kadus RU Tunjukkan Bobroknya Integritas Desa”

Audensi Ricuh, Kuasa Hukum Ultimatum 3 Hari, Etika Aparatur Desa Dipertanyakan

Pacitanupdate.com | Pacitan, Jawa Timur, 1 Agustus 2025 – Suasana memanas mewarnai audensi warga Dusun Pendem, Desa Bangunsari, Kecamatan Bandar, Kabupaten Pacitan yang digelar di balai desa setempat pada Kamis (31/7/2025). Sekitar 150 warga yang terdiri dari tokoh masyarakat dan pemuda menuntut kejelasan terhadap dugaan perzinaan yang dilakukan oleh RU, Kepala Dusun Pendem.

Audensi yang dihadiri oleh Penjabat Kepala Desa Bangunsari, Sekdes, Ketua BPD, Kapolsek Bandar, Danramil Bandar, Camat Bandar, Ketua PPDI Kabupaten Pacitan, hingga kuasa hukum warga, Badrul Amali, berlangsung alot dan penuh ketegangan. Adu argumentasi antara pihak warga dan aparat desa tidak terelakkan.

Badrul Amali, pengacara yang ditunjuk oleh warga sebagai kuasa hukum, menyampaikan bahwa RU selaku Kepala Dusun Pendem secara terang-terangan telah mengakui perbuatannya di hadapan keluarga dan tokoh masyarakat pada 6 Juli 2025.

“RU telah mengakui bahwa ia melakukan hubungan zina sebanyak dua kali dengan seorang perempuan yang bersuami, yang juga merupakan warga setempat. Kami memiliki bukti berupa pesan singkat WhatsApp dan pengakuan langsung RU saat rapat keluarga,” ungkap Badrul di hadapan forum.

Ia menegaskan, jika dalam waktu tiga hari RU tidak mengundurkan diri dari jabatannya, maka pihaknya akan melanjutkan perkara ini ke ranah hukum pidana.

“Kami siap membawa kasus ini ke ranah kepolisian dengan menggunakan Pasal 284 KUHP tentang perzinaan. Jika terbukti, RU dapat dikenai hukuman pidana hingga 9 bulan penjara,” tegasnya.

Pernyataan kontroversial datang dari Samsudin, Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Pacitan. Alih-alih mengecam tindakan RU, Samsudin justru menyatakan dukungannya.

“RU adalah anggota aktif PPDI, maka secara organisasi kami akan memberikan dukungan moral dan semangat kepada yang bersangkutan,” katanya, yang langsung menuai sorotan publik.

Sikap ini dianggap tidak sensitif dan terkesan menutupi pelanggaran moral serius yang dilakukan oleh aparatur desa. Warga menilai, pernyataan tersebut seolah mengabaikan prinsip etika dan tanggung jawab publik seorang pejabat desa.

Jumikin, Penjabat Kepala Desa Bangunsari, mencoba meredam ketegangan dengan meminta warga untuk bersabar dan tidak terprovokasi.

“Kita serahkan proses ini kepada kuasa hukum. Mari kita tetap jaga kondusifitas jelang HUT RI ke-80,” ujarnya.

Namun, imbauan ini tidak menyentuh substansi tuntutan warga yang menginginkan penegakan kode etik dan keadilan sosial. Sebagian warga menilai pemerintah desa terlalu lemah dan terkesan menutup-nutupi persoalan moral pejabatnya.

Kasus ini mencuatkan kembali pertanyaan besar tentang integritas, akuntabilitas, dan penegakan kode etik dalam tubuh aparatur desa. Dugaan perzinaan bukanlah masalah pribadi semata, tapi mencederai wibawa jabatan publik dan mencoreng nama baik institusi desa.

Sikap membela pelaku hanya karena ia bagian dari organisasi perangkat desa adalah bentuk solidaritas buta yang merusak citra kelembagaan. Masyarakat tidak butuh retorika kosong — yang mereka butuhkan adalah keteladanan, keadilan, dan keberanian menegakkan disiplin.

Sejumlah warga yang enggan disebutkan namanya menyuarakan harapan agar kasus ini tidak berhenti di meja musyawarah.

“Jangan sampai ada pejabat mesum yang dibiarkan terus menjabat, ini mencoreng wajah desa. Kami minta Pemerintah Kabupaten Pacitan dan aparat penegak hukum bertindak tegas!”

Kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas birokrasi desa di Pacitan. Ketika jabatan publik disalahgunakan, dan pelanggaran etika dianggap remeh, maka masyarakat berhak untuk bersuara — lantang dan tanpa kompromi.

Karena harga diri desa tidak boleh dikorbankan demi kenyamanan segelintir pejabat yang lupa diri. (Kris)

Lebih baru Lebih lama