Pacitanupdate.com | Pacitan — Ritual adat "Thethek Melek" yang dilestarikan petani di Kabupaten Pacitan kembali digelar pada Sabtu, 20 Desember 2025. Tradisi tolak pageblug yang berasal dari Desa Sukoharjo ini tidak hanya dimaknai sebagai praktik spiritual, tetapi juga merefleksikan kearifan lokal yang selaras dengan prinsip pertanian modern, khususnya pengendalian hama dan penyakit tanaman secara berkelanjutan.
Ritual ini lahir dari pengalaman sejarah masyarakat agraris Pacitan yang pernah menghadapi wabah berkepanjangan hingga menyebabkan gagal panen dan krisis sosial ekonomi. Sejak itu, Thethek Melek dipercaya sebagai ikhtiar kolektif memohon keselamatan kepada Tuhan sekaligus menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Kabupaten Pacitan yang memiliki karakter geografis perbukitan, pesisir, dan lahan pertanian, masih memegang teguh tradisi seperti pranatamangsa, pemasangan sesaji, bongkok sawah, serta doa bersama. Praktik ini selama ini dikenal sebagai kearifan lokal, namun kajian pertanian menunjukkan adanya korelasi kuat dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pranatamangsa, misalnya, merupakan sistem penanggalan tradisional Jawa berbasis pengamatan alam, mulai dari pergerakan rasi bintang, arah angin, curah hujan, hingga perilaku hewan dan tumbuhan. Penentuan waktu tanam yang seragam melalui sistem ini terbukti mampu menekan risiko ledakan hama, karena memutus siklus hidup organisme pengganggu tanaman.
Dalam praktiknya, petani Pacitan menghindari tanam dan pemupukan saat fase bulan purnama. Secara ilmiah, fase ini berkaitan dengan meningkatnya aktivitas reproduksi serangga hama, sementara tanaman berada pada kondisi lebih rentan terhadap serangan penyakit.
Pemasangan sesaji dalam ritual Thethek Melek juga memiliki dimensi ekologis. Bahan organik seperti nasi berpotensi menjadi media tumbuh mikroorganisme tanah yang menguntungkan, sementara bunga berfungsi menarik serangga musuh alami hama. Konsep ini sejalan dengan penggunaan tanaman refugia dalam pertanian modern.
Asap kemenyan yang digunakan diyakini memiliki sifat repelan alami dan antibakteri. Sementara itu, pemasangan bongkok sawah dari pelepah kelapa kering menyediakan tempat hinggap burung hantu (Tyto alba), predator alami tikus sawah, sekaligus habitat mikro bagi musuh alami serangga.
Pelepah kelapa juga mengandung unsur silika dan kalium yang berperan memperkuat jaringan tanaman padi, meningkatkan ketahanan terhadap hama, serta mendukung kualitas hasil panen.
Ketua Paguyuban Song Meri menyatakan bahwa Thethek Melek tidak hanya bersifat ritual keagamaan, tetapi juga menjadi media sosial dan budaya.
“Melalui ritual ini, kami ingin menghidupkan kembali nilai kebersamaan, gotong royong, dan kearifan lokal agar tetap relevan di tengah perkembangan teknologi,” ujarnya.
Pelaksanaan Thethek Melek 2025 dibingkai dalam Upacara Suwukan Pari yang dikolaborasikan dengan pesta seni dan festival budaya. Kegiatan ini meliputi jagong tani, melukis 1.000 bongkok, pasar UMKM, serta pertunjukan seni yang memanfaatkan lanskap persawahan sebagai ruang ekspresi.
Selain menjaga tradisi, kegiatan ini diharapkan menjadi embrio wisata agraris berbasis budaya yang bersifat temporal, sehingga mampu mendorong perekonomian masyarakat desa. Sinergi antara kearifan lokal dan ilmu pertanian modern dinilai penting untuk memperkuat ketahanan pangan, mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia, serta menjaga keseimbangan ekosistem.
Upacara Thethek Melek akan berlangsung mulai pukul 12.00 hingga 22.00 WIB di area persawahan Nitikan, Dusun Jarum dan Gubuk Song Meri, Desa Sukoharjo, Kecamatan Pacitan. Seluruh unsur masyarakat tani, pelaku seni, dan komunitas budaya dilibatkan sebagai bagian dari ikhtiar bersama menjaga harmoni alam, sosial, dan spiritual. (KR)
Tags:
Daerah